DITERBITKAN 20 Januari 2025
Untuk sesaat, TikTok hilang dari Amerika Serikat. Aplikasi tersebut menghilang dari Apple dan toko aplikasi Google, pengguna tidak dapat mengaksesnya, dan jutaan orang khawatir platform favorit mereka akan dihapus selamanya.
Para influencer pun merasa tidak berdaya dan sedih, bahkan ada yang marah karena harus mengucapkan selamat tinggal kepada komunitas masing-masing yang telah mereka bangun selama ini.
Larangan tersebut, yang didukung oleh Mahkamah Agung, dimaksudkan untuk mengatasi masalah keamanan nasional atas kepemilikan ByteDance dan dugaan hubungan dengan Tiongkok.
Namun begitu TikTok menghilang, TikTok mulai muncul kembali secara dramatis. Dan orang yang mendapat pujian? Donald Trump.
Trump Memimpin dalam “Menyelamatkan” TikTok
Pada rapat umum pada hari Minggu, Trump mengumumkan bahwa menghidupkan kembali TikTok adalah prioritasnya, dengan mengatakan, “Sejujurnya, kami tidak punya pilihan. Kami harus menyelamatkannya.” Beberapa jam kemudian, TikTok mengonfirmasi berita tersebut dan memberi tahu pengguna AS bahwa aplikasi tersebut kembali hadir berkat intervensi Trump.
“Sebagai hasil dari upaya Presiden Trump, TikTok kembali hadir di AS,” demikian bunyi pemberitahuan yang dikirimkan kepada pengguna. TikTok juga mengeluarkan pernyataan di X (sebelumnya Twitter), berulang kali menyebutkan peran Trump dalam memulihkan aplikasi tersebut dan berterima kasih kepadanya karena memberikan “kejelasan dan jaminan” bahwa platform tersebut tidak akan menghadapi hukuman lebih lanjut.
Meskipun kembalinya TikTok melegakan jutaan orang, beberapa orang merasa bahwa pesan di sekitarnya sedikit… salah.
Apakah Penutupan dan Pengembalian TikTok Merupakan Aksi Politik?
Pujian terus-menerus terhadap Trump dalam pesan resmi TikTok langsung membuat orang terkejut. Meskipun benar bahwa Trump menentang pelarangan TikTok pada saat ini, banyak yang mempertanyakan apakah aplikasi tersebut kini digunakan sebagai alat humas untuk meningkatkan citranya.
Bahkan James Charles, seorang influencer kecantikan terkenal dan kritikus Trump yang blak-blakan, bereaksi terhadap berita tersebut dengan tidak percaya. Dia memposting video Instagram yang secara dramatis “menghancurkan” kembalinya TikTok dan dengan bercanda bertanya-tanya apakah dia sekarang harus mendukung Trump.
Reaksi semacam ini hanya memicu spekulasi bahwa penutupan dan kebangkitan TikTok mungkin lebih disebabkan oleh politik daripada keamanan nasional.
Mengapa Larangan TikTok Menjadi Masalah Besar bagi Orang Amerika
Bagi jutaan warga Amerika, larangan ini bukan hanya berarti hilangnya platform media sosial—namun juga berarti hilangnya kendali atas kebebasan digital mereka.
AS belum pernah melarang platform media sosial besar sebelumnya, dan melihat TikTok menghilang secara real-time, rasanya seperti hak-hak mereka hilang. TikTok bukan sekadar aplikasi yang menyenangkan—ini adalah karier bagi banyak orang, sumber berita, dan saluran kreatif bagi hampir 170 juta pengguna di negara ini.
Jika pemerintah bisa melarang TikTok hari ini, apa selanjutnya?
Ketakutan akan semakin besarnya kendali negara atas ruang digital membuat pelarangan TikTok menjadi isu yang lebih besar dari sekadar hilangnya satu aplikasi. Lonjakan pencarian VPN tepat setelah pelarangan menunjukkan bahwa pengguna sangat ingin mempertahankan otonomi online mereka, meskipun itu berarti melanggar aturan.
Pertarungan Politik Terkait TikTok Masih Jauh Dari Selesai
Keputusan Trump untuk memulihkan TikTok menandai perubahan dramatis dari pendiriannya pada tahun 2020, ketika ia mencoba melarang aplikasi tersebut karena kekhawatiran bahwa ByteDance memata-matai orang Amerika.
Kini, dia membela TikTok dan bahkan menyarankan agar AS mengambil 50% saham perusahaan tersebut untuk mempertahankan kendali.
Namun tidak semua orang di partai Trump setuju. Senator Partai Republik Tom Cotton dan Pete Ricketts mengecam tindakan tersebut, dengan mengatakan bahwa kembalinya TikTok melanggar hukum kecuali ByteDance sepenuhnya memutuskan hubungan dengan Tiongkok.
Sementara itu, Kedutaan Besar Tiongkok di Washington menuduh AS menggunakan kekuasaan negara untuk menekan perusahaan asing, dan memperingatkan bahwa Tiongkok akan mengambil “semua tindakan yang diperlukan” untuk melindungi bisnisnya.
Bahkan dengan kembalinya TikTok, perjuangan belum berakhir. Aplikasi milik ByteDance lainnya seperti CapCut dan Lemon8 masih offline di AS, dan perdebatan mengenai platform milik asing dan keamanan data masih jauh dari selesai.
CEO TikTok Shou Zi Chew bahkan berencana menghadiri pelantikan Trump, yang kemungkinan akan menimbulkan lebih banyak pertanyaan tentang hubungan politik aplikasi tersebut.
Apakah kembalinya TikTok secara tiba-tiba merupakan sebuah langkah strategis atau sekadar sebuah keberuntungan, satu hal yang jelas—Trump telah berhasil memposisikan dirinya sebagai pahlawan bagi pengguna TikTok di AS. Dan pada tahun pemilu, hal tersebut merupakan narasi yang kuat untuk dimiliki.