Dengarkan artikel

Sekretaris Pusat Informasi Tehreek-e-Insaf (PTI) Pakistan Sheikh Waqas Akram mengkritik pemerintah, mengklaim ketidakfleksibelan pemerintah telah menyebabkan negosiasi gagal, Express News melaporkan.

Berbicara pada konferensi pers pada hari Kamis, Akram mengatakan, “Pembicaraan terhenti karena sikap keras kepala pemerintah. Kami diminta untuk menyampaikan tuntutan kami secara tertulis, namun pendirian kami tidak pernah goyah.”

Dia menekankan bahwa pendiri PTI, Imran Khan, meskipun menghadapi apa yang disebutnya sebagai penindasan pemerintah, tetap memberikan peluang untuk berdialog. “Permintaan kami sederhana: berikan kami akses kepada ketua kami,” katanya.

Akram menyatakan bahwa Khan telah ditolak kontak dengan tim hukum dan pendukungnya selama tiga setengah bulan. “Bahkan pengacara pun tidak diperbolehkan bertemu dengannya,” tambahnya.

Dia menuduh pemerintah gagal menanggapi tuntutan partai dengan serius, meskipun mereka berkomitmen terhadap keterlibatan yang konstruktif. Akram mencatat bahwa Khan bersikeras pada pembentukan komisi yudisial selama pembicaraan putaran ketiga dengan pemerintah.

“Bagaimana mereka bisa memenuhi tuntutan besar ketika mereka bahkan tidak bisa mengatur satu pertemuan pun dengan komite kami dan Khan?” dia bertanya.

Akram mengutuk perlakuan Khan di penjara, menyebutnya tidak manusiawi dan tidak memadai. “Dia ditempatkan di sel mati yang diperuntukkan bagi teroris, tanpa akses ke TV, kamar mandi, atau hak berkunjung,” katanya, seraya menuduh bahwa klaim mengenai fasilitas tersebut tidak benar.

Dia juga menunjukkan bahwa pengadilan telah memerintahkan pemerintah untuk mengizinkan Khan berkomunikasi dengan anak-anaknya, sebuah arahan yang tidak diikuti.

Sebagai perbandingan, Akram mengkritik perlakuan istimewa yang diberikan kepada pemimpin Liga Muslim Pakistan-Nawaz (PML-N) Nawaz Sharif selama dia dipenjara. “Di Penjara Adiala, Nawaz ditanyai kesukaannya terhadap makan siang dan makan malam,” ujarnya.

Mengejek kekhawatiran pemerintah, dia berkata, “Apakah Anda kurang tidur karena khawatir tentang apa yang terjadi jika ketua kita dibebaskan?”

Sumber

Juliana Ribeiro
Juliana Ribeiro is an accomplished News Reporter and Editor with a degree in Journalism from University of São Paulo. With more than 6 years of experience in international news reporting, Juliana has covered significant global events across Latin America, Europe, and Asia. Renowned for her investigative skills and balanced reporting, she now leads news coverage at Agen BRILink dan BRI, where she is dedicated to delivering accurate, impactful stories to inform and engage readers worldwide.