Pihak berwenang mengatakan jumlah korban tewas akibat Topan Chido di Mozambik utara telah meningkat menjadi 94 orang, sementara penilaian kerusakan akibat badai dahsyat tersebut terus dilakukan.
Sebagian besar korban terjadi di provinsi Cabo Delgado di bagian utara, di mana 84 orang tewas dan 740 lainnya luka-luka, kata Antonio Bonifacio, penasihat Institut Nasional Manajemen Bencana Mozambik, kepada EFE.
Tujuh kematian lainnya dan 24 luka-luka tercatat di provinsi Nampula, sementara provinsi Niassa di barat laut mencatat tiga kematian dan empat luka-luka.
“Dampaknya sangat dahsyat,” kata Antonio.
Topan tersebut telah berdampak pada sekitar 622.000 orang di setidaknya lima provinsi di wilayah utara, tambahnya.
Topan Chido, yang membawa angin berkecepatan hingga 260 km/jam dan curah hujan 250 milimeter hanya dalam 24 jam, menyebabkan kerusakan luas di Mozambik.
Badai tersebut menghancurkan sedikitnya 140.628 rumah, 52 pusat kesehatan, dan 250 sekolah, menurut angka terbaru pemerintah.
Bencana ini juga merobohkan 89 bangunan umum, 338 menara tegangan tinggi, 2.700 kilometer saluran listrik, dan 11 menara telepon seluler.
Presiden Mozambik Filipe Nyusi mengumumkan masa berkabung nasional selama dua hari pada hari Jumat.
Ia mengatakan, memulihkan layanan publik yang penting, seperti listrik, distribusi air, dan sistem komunikasi, tetap menjadi prioritas utama pemerintah.
Setelah menghancurkan Mozambik bagian utara, Topan Chido berpindah ke negara tetangga Malawi pada hari Senin, dan menyebabkan sedikitnya 13 kematian.
Topan tersebut juga meluluhlantahkan kepulauan Mayotte di Prancis, yang menyebabkan 35 korban jiwa dan melukai sekitar 2.500 orang.
Pulau-pulau di Samudera Hindia dihantam angin berkecepatan hingga 220 km/jam dan curah hujan lebat, sehingga menyebabkan kerusakan yang luas.
Afrika Tenggara setiap tahunnya mengalami musim badai tropis antara bulan Oktober dan April, yang seringkali mengakibatkan banyak korban jiwa dan kerusakan harta benda.
Antara bulan Februari dan Maret 2023, Topan Freddy, topan dengan durasi terlama yang pernah tercatat, merenggut lebih dari 1.200 nyawa di Malawi dan hampir 200 orang di Mozambik, serta berdampak pada lebih dari 1,7 juta orang di seluruh wilayah tersebut.