Seperti setiap tahun, liburan Natal mereka tidak hanya membawa banyak hadiah dan bersulang, tapi juga cukup banyak kalori siap untuk menyusup ke dalam lipatan siluet kita. Ritual yang biasa diulangi: pesta mabuk-mabukan, perasaan bersalah, niat baik tahun baru. Dalam hal ini, ahli gizi terkenal Giorgio Calabresediwawancarai oleh Republikmemperingatkan kita bahwa masalahnya bukan hanya pada makanan, tetapi gaya hidup: gaya hidup yang tidak banyak bergerak, stres, dan kebiasaan buruk berkontribusi pada bertambahnya berat badan kita.

Menariknya, setiap bulan Januari dibuka dengan banyak artikel tentang diet ajaib dan metode inovatifnya terlihat 30 tahun lebih muda dengan beberapa aturan diet sederhana. Kata kuncinya selalu sama: moderasi, keseimbangan, aktivitas fisik. Namun apa yang muncul saat ini adalah refleksi yang lebih luas mengenai hubungan masyarakat kita dengan pangan dan kesejahteraan.

Niat baik dan masa depan pangan

Bukan hanya pola makan. Corriere della Sera membawa kita untuk mengambil lompatan ke masa depan dengan skenario yang mengganggu 2050di mana di meja kita harus mengucapkan selamat tinggal daging, coklat dan kopi. Di tempat mereka? Protein nabati, alga dan makanan sintetis.

Perspektif ini membuat kita merenungkan betapa besarnya perubahan dalam hubungan kita dengan makanan. Dari Lucullus A Calabresedari makanan mewah hingga diet rendah kalori, melewati aturan makanan yang menjanjikan untuk membawa kita kembali ke masa muda. Dan saat kita membahas cara menurunkan berat badan setelah liburan, dunia sedang bersiap untuk membalikkan keadaan.

Paradoks kelimpahan dan kekurangan

Ironisnya, kita hidup di zaman kelimpahan belum pernah terjadi sebelumnya, namun kita selalu diingatkan bahwa kita harus melakukannya makan lebih sedikitlebih baik dan lebih perhatian. Paradoksnya, sementara ahli gizi masa kini menyarankan kita untuk mengurangi rumput e gulaahli gizi masa depan mungkin harus mengajari kita cara memperoleh energi dari sumber seperti ganggang dari serangga.

Sementara itu, resolusi tahun baru selalu sama: kembali bugar, makan sehat, perbanyak aktivitas fisik. Namun justru di sinilah letak pelajaran paling penting: pola makan, seperti halnya kehidupan, adalah soal keseimbangan. Dan jika benar di tahun 2050 kita mungkin harus merelakan orang yang kita cintai kopisebaiknya kita menikmatinya selagi bisa.

Filsafat di meja

Ada satu hal yang diajarkan waktu kepada kita, yaitu pentingnya memandang dunia dengan sinisme yang sehat dan sedikit ironi. Dan mungkin, masa depan kuliner yang dihuni oleh penduduknya sudah di depan makanan sintetis dan protein alternatif, kita harus melakukan hal yang sama. Bukan untuk mengingkari kenyataan yang ada, namun untuk mengingat bahwa, pada akhirnya, makanan bukan sekadar makanan: makanan adalah kesenangan, budaya, tradisi.

Jadi, sembari bersiap-siap untuk merayakan pesta pora, marilah kita terpesona oleh janji-janji diet ajaib dan kisah-kisah masa depan pangan yang distopia. Namun tanpa melupakan bahwa nasehat terbaik tetap sama seperti biasanya: kewajaran di meja, dan bersulang untuk hidup.

Lanjutkan membaca berita di DiariodelWeb.it dan ikuti halaman Facebook kami

Sumber

Patriot Galugu
Patriot Galugu is a highly respected News Editor-in-Chief with a Patrianto Galugu completed his Bachelor’s degree in Business – Accounting at Duta Wacana Christian University Yogyakarta in 2015 and has more than 8 years of experience reporting and editing in major newsrooms across the globe. Known for sharp editorial leadership, Patriot Galugu has managed teams covering critical events worldwide. His research with a colleague entitled “Institutional Environment and Audit Opinion” received the “Best Paper” award at the VII Economic Research Symposium in 2016 in Surabaya.