Polusi udara, salah satu tantangan lingkungan terbesar di dunia, mempunyai dampak luas terhadap kesehatan masyarakat dan ekosistem alam. Krisis global ini tidak hanya menurunkan kualitas hidup, namun telah menjadi ancaman serius bagi kehidupan jutaan orang.

Menurut Tejarat News, partikel halus yang tersuspensi di udara, terutama PM2.5, dapat menembus paru-paru, masuk ke aliran darah, dan meningkatkan risiko berbagai penyakit, termasuk penyakit jantung, paru-paru, dan kanker.

Hanya segelintir negara yang akan memenuhi standar udara aman pada tahun 2023, sementara banyak negara di dunia masih menghadapi polusi berbahaya, menurut Laporan Kualitas Udara Global.

Dalam artikel ini, kami mengkaji hasil laporan-laporan tersebut, menganalisis keadaan polusi udara di berbagai wilayah di dunia dan konsekuensinya terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan. Selain itu, upaya-upaya yang telah dilakukan beberapa negara untuk mengurangi polusi juga dibahas dan perlunya tindakan segera untuk menangani krisis ini juga ditekankan.

Kualitas udara global pada tahun 2023

Menurut laporan perusahaan Swiss IQAir, hanya tujuh negara yang mampu mencapai tingkat polusi udara yang aman pada tahun 2023 menurut pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Negara-negara tersebut adalah: Australia, Estonia, Finlandia, Grenada, Islandia, Mauritius dan Selandia Baru. Selain itu, wilayah seperti Puerto Riko, Bermuda, dan Polinesia Prancis juga masuk dalam kategori wilayah bersih karena rendahnya tingkat polusi udara.

Di Eropa, negara-negara Nordik memimpin dalam hal udara bersih. Islandia memiliki udara terbersih dengan rata-rata 4 mikrogram per meter kubik, diikuti oleh Estonia dengan 4,7 mikrogram per meter kubik dan Finlandia dengan 4,9 mikrogram per meter kubik.

Statistik ini terlepas dari kenyataan bahwa banyak negara di dunia, terutama di kawasan padat penduduk dan industri, menghadapi tingkat polusi yang berbahaya. Negara-negara Asia Selatan dan Tengah, termasuk Bangladesh, Pakistan dan India, memiliki kualitas udara terburuk, yang berhubungan dengan tingginya angka penyakit terkait polusi udara.

Keadaan polusi udara di Eropa

Banyak negara Eropa mengalami peningkatan kualitas udara pada tahun 2023, namun sebagian benua masih menghadapi tantangan serius. Negara-negara seperti Lituania, Republik Ceko, Hongaria, dan Italia masuk dalam kategori kuning dengan polusi tiga kali lebih banyak dibandingkan tingkat aman.

Kroasia adalah contoh sukses dalam meningkatkan kualitas udara. Negara ini mampu mengurangi rata-rata PM2.5 tahunan lebih dari 40%. Kemajuan ini dicapai berkat peningkatan penggunaan energi terbarukan dan penerapan kebijakan penghapusan batu bara dan penurunan emisi gas rumah kaca pada tahun 2030.

Namun negara lain seperti Türkiye, Serbia dan Bosnia dan Herzegovina masih menghadapi tingkat polusi yang sangat tinggi. Ighdir di Turki diumumkan sebagai kota paling tercemar di Eropa pada tahun 2023, dengan polusi 9 kali lebih tinggi dari tingkat aman.

Daerah paling tercemar di dunia

Sebagian besar wilayah paling tercemar di dunia terletak di Asia Selatan dan Tengah. Bangladesh diakui sebagai negara paling tercemar di dunia dengan rata-rata tahunan sebesar 79,9 mikrogram per meter kubik, 15 kali lebih tinggi dari standar Organisasi Kesehatan Dunia. Pakistan dan India menduduki peringkat kedua dan ketiga.

Di negara-negara ini, aktivitas industri, penggunaan bahan bakar fosil secara berlebihan, pembakaran sampah, dan kurangnya kebijakan lingkungan merupakan penyebab utama polusi. India, sebagai negara dengan empat kota paling tercemar di dunia, menghadapi konsekuensi serius terhadap kesehatan warganya.

Untuk pertama kalinya, Kanada diakui sebagai negara paling tercemar di Amerika Utara. Di negara ini, 13 kota teridentifikasi memiliki tingkat polusi yang tinggi, sehingga menimbulkan kekhawatiran mengenai dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat.

Pentingnya data kualitas udara

Data kualitas udara memainkan peran penting dalam memberikan informasi kepada masyarakat dan pembuat kebijakan untuk mengurangi polusi. Data ini menunjukkan bahwa wilayah yang lebih miskin dan rentan seringkali merupakan wilayah yang paling terkena dampak polusi. Misalnya, di Afrika, lebih dari sepertiga penduduknya tidak memiliki akses terhadap data terkait kualitas udara, sehingga hal ini menjadi hambatan bagi tindakan yang diperlukan di bidang tersebut.

CEO IQAir Frank Humes menekankan bahwa lingkungan yang bersih dan sehat adalah hak asasi manusia. Namun kurangnya informasi di banyak belahan dunia, terutama di negara-negara miskin, menyebabkan tertundanya tindakan efektif dan penderitaan manusia terus berlanjut.

Ilmuwan Senior Greenpeace Aidan Farrow percaya bahwa tindakan segera diperlukan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan mengatasi penyebab polusi udara. Ia menggambarkan polusi udara sebagai “bencana kesehatan global” yang harus segera diatasi.

Konsekuensi kesehatan dari polusi udara

Polusi udara secara langsung mempengaruhi kesehatan fisik dan mental manusia. Partikel halus PM2.5 dapat menembus jauh ke dalam paru-paru dan bahkan masuk ke aliran darah. Partikel-partikel ini terkait dengan penyakit jantung dan paru-paru, tekanan darah tinggi, peningkatan risiko asma, depresi, dan kematian dini.

Selain itu, polusi udara juga berkaitan dengan peningkatan gas rumah kaca dan perubahan iklim. Emisi gas seperti karbon dioksida dan metana tidak hanya menurunkan kualitas udara, namun juga memperburuk pemanasan global.

Menurut Euronews, polusi udara adalah krisis global yang mempunyai konsekuensi besar terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Laporan kualitas udara menunjukkan kesenjangan yang besar dalam akses terhadap udara bersih di seluruh dunia dan menekankan bahwa negara-negara industri dan berpenduduk padat harus mengambil tindakan yang lebih mendesak untuk mengurangi polusi.

Untuk menghadapi tantangan ini, perlu dilakukan investasi pada energi terbarukan, mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, meningkatkan infrastruktur dan menciptakan kebijakan yang efisien. Negara-negara terkemuka dalam mengurangi polusi dapat menjadi contoh yang baik bagi negara-negara lain, namun hanya dengan kerja sama internasional dan rencana jangka panjang krisis ini dapat diatasi dan dunia yang lebih bersih dan sehat dapat dicapai.

Sumber

Alexander Rossi
Alexander Rossi is the Creator and Editor for Gadget & Teknologi with a degree in Information Technology from the University of California, Berkeley. With over 11 years of experience in technology journalism, Alexander has covered cutting-edge innovations, product reviews, and digital trends globally. He has contributed to top tech outlets, providing expert analysis on gadgets and tech developments. Currently at Agen BRILink dan BRI, Alexander leads content creation and editorial strategy, delivering comprehensive and engaging technology insights.