REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA — Anggota Komisi XII DPR RI Totok Daryanto mendesak pemerintah memastikan eksplorasi sumber daya alam di Indonesia dikelola secara institusional. Untuk itu, anggota DPR dari Fraksi PAN ini mengusulkan keberadaan Badan Eksplorasi Nasional (BEN) sebagai lembaga negara yang khusus menangani eksplorasi pertambangan.
“Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia harusnya dikelola secara maksimal agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Namun kenyataannya mayoritas masyarakat Indonesia masih miskin. Indonesia bisa dikatakan sedang mengalami apa yang disebut dengan kutukan sumber daya alam,” kata Totok pada Temu & Diskusi Media Akhir Tahun 2024 di Yogyakarta, Senin (29/12/2024.
Totok menjelaskan, Indonesia sering disebut negara kaya karena memiliki nikel terbesar di dunia, berada di garis khatulistiwa, dan sangat kaya akan sumber daya alam. Energi fosil meliputi minyak bumi, gas alam, dan batu bara. Sedangkan energi terbarukan yang ada saat ini adalah tenaga surya, panas bumi, air, dan angin. Sedangkan bahan tambang yang ada adalah emas, perak, tembaga, nikel, timah, seng, besi, dan alumunium.
Namun, lanjut Totok, Indonesia belum mampu mengelola sumber daya alam dengan baik. Padahal, landasan pengelolaan sumber daya alam tertulis dengan jelas dalam pasal 33 UUD 1945, yaitu: “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Menurut Totok, kutukan sumber daya alam merupakan fenomena dimana negara-negara yang kaya akan sumber daya alam justru mengalami pertumbuhan ekonomi yang lambat dan gagal mencapai kemajuan dalam pembangunan ekonomi, serta mengalami tingkat kemiskinan yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara yang sedikit sumber daya alamnya. .
Totok menjelaskan, bukti Indonesia mengalami kutukan sumber daya alam adalah tingginya angka kemiskinan di tengah kekayaan sumber daya alam. Provinsi yang terkenal kaya sumber daya alam ternyata banyak penduduknya yang miskin (BPS, Maret 2024) seperti Sumsel: 984,24 ribu jiwa (10,97 persen), Kaltim: 221,34 jiwa (5,78 persen), Kalsel : 183,31 ribu orang (4,11 persen), Kalimantan Tengah: 145,63 ribu orang (5,17 persen).
“Agar Indonesia tidak terkena kutukan sumber daya alam, (eksplorasi) bisa dilakukan dengan data informasi yang ada. Lingkungan tidak bisa rusak kalau data eksplorasinya jelas. Kita bisa bicara bisnis apa jika informasinya datanya jelas,” jelas Totok.
Totok mengatakan, eksplorasi yang dilakukan negara sangat penting untuk menjamin pengelolaan sumber daya alam untuk kepentingan nasional. Menurut Totok, negara harus memastikan eksplorasi dilakukan untuk menunjang kebutuhan rakyat dan pembangunan nasional, bukan semata-mata demi keuntungan perusahaan.
Menurut Totok, eksplorasi yang dilakukan negara menjamin transparansi dan akuntabilitas serta mencegah penyalahgunaan data. Ia mengibaratkan pemilik izin eksplorasi, di mana perusahaan eksplorasi mendapat banyak keuntungan yang seharusnya dinikmati negara dan dikembalikan kepada masyarakat Indonesia.
:Apabila eksplorasi dilakukan oleh negara maka prosesnya bisa transparan dan akuntabel. Di sisi lain, eksplorasi yang dilakukan pihak swasta dapat menimbulkan kekhawatiran adanya manipulasi data cadangan untuk kepentingan tertentu, kata Totok.
Menurut Totok, jika negara hadir dalam proses eksplorasi, negara dapat memastikan data eksplorasi dilaporkan secara lengkap, akurat, dan sesuai standar. Jadi data ini bisa digunakan untuk perencanaan jangka panjang.
“Perlindungan terhadap lingkungan hidup lebih terjamin ketika eksplorasi dilakukan oleh negara dengan mencegah eksploitasi yang berlebihan. Jika eksplorasi dilakukan oleh pihak swasta, maka mereka akan lebih fokus pada keuntungan, sehingga eksplorasi dan eksploitasi dapat dilakukan. tanpa memperhatikan dampak lingkungan,” ujarnya.