۰۱:۰۱ – 26 tahun 1403
Hojjat al-Islam wa al-Muslimin Ali Akbar Wahidi, guru besar Markas Tafsir Qom, menjawab pertanyaan tentang bulan apa yang cocok untuk I’tikaf dan berkata: I’tikaf tidak khusus pada bulan Rajab, tetapi Nabi Muhammad SAW. biasa melakukan itikaf di bulan suci Ramadhan. Selama bulan Ramadhan, mereka biasa menghabiskan 10 hari di akhir bulan untuk melakukan itikaf, yang merupakan tujuan mereka untuk mengucapkan selamat tinggal pada bulan yang penuh berkah ini. Waktu minimal I’tikaf adalah tiga hari, dan karena tradisi para ulama adalah mereka biasa melakukan I’tikaf pada bulan Rajab, maka I’tikaf pada bulan Rajab lebih diutamakan. Selain itu, itikaf juga dilakukan di bulan suci Ramadhan dan Rasulullah SAW biasa melakukannya selama 10 hari.
Hojjat-ul-Islam Wahidi menjelaskan tentang perlunya pertapa hadir di masjid: Fakta bahwa pertapa harus hadir di masjid kembali ke masalah syariah agama. Kami tidak punya hak untuk membuat aturan sendiri. Apakah peraturan masjid sama dengan peraturan Hosseiniyya? Jelas bukan satu. Prinsip I’tikaf adalah menghadiri Masjid al-Haram, Masjid al-Nabi dan Masjid Kufah. Selain masjid-masjid tersebut, mereka juga mengizinkan itikaf di Masjid Jame kota tersebut. Namun tidak di semua masjid. Namun semua ulama menganggap I’tikaf di masjid lain diperbolehkan dengan niat Raja.
Kepala Markas Tafsir Qom menyatakan bahwa jamaah haji harus mematuhi aturan syariat selama retret, dan menambahkan: misalnya, ia tidak boleh meninggalkan masjid; Kecuali dalam keadaan darurat. Dia tidak boleh berdebat di masjid. Prinsip mundur adalah menyendiri bersama Tuhan Yang Maha Esa. Mut’ikaf pada hari pertama sebelum salat subuh hendaknya dilakukan di masjid. Jika dia sedang berwudhu atau di tempat lain, itikafnya tidak akan terkabul. Prinsip mundur adalah menyendiri dengan Tuhan. Sekarang satu orang berpikir secara pribadi, satu orang bertaubat, satu orang suka membaca Alquran lebih banyak, satu orang lebih banyak mengirimkan berkah. Ada pula yang mengakhiri Al-Quran.