Gholam Ali Jafarzadeh Ayman Abadi, anggota parlemen, menulis tentang alasan penolakannya terhadap perpanjangan dewan di saluran telegramnya:
2) Pelanggaran Prinsip Demokrasi dan Demokrasi Beragama
Di Republik Islam Iran, prinsip demokrasi agama dan penghormatan terhadap pendapat rakyat ditekankan dalam berbagai prinsip konstitusi. Pembaruan dewan yang tidak perlu bertentangan langsung dengan prinsip-prinsip ini.
Dokumentasi Hukum:
• Pasal 2 Konstitusi: “Di Republik Islam Iran, urusan negara harus diputuskan melalui pemungutan suara publik, melalui pemilu, dan melalui Majelis Permusyawaratan Islam, Presiden, Dewan, dan otoritas lain yang ditunjuk. “
• Pasal 2 Konstitusi: “Provinsi Imamah dan Imamah Umat berada di bawah yurisdiksi Yurisprudensi Komprehensif, yang menurutnya pihak berwenang harus melakukan pengawasan dan pengawasan yang diperlukan.”
Perpanjangan masa jabatan dewan selama satu tahun lagi merupakan pelanggaran nyata terhadap prinsip-prinsip ini, karena dewan yang ada saat ini terus bekerja tanpa menyelenggarakan pemilu baru. Pembaruan ini bisa berarti tidak menghormati hak rakyat untuk memilih kembali wakil-wakilnya. Pemilihan umum berkala merupakan salah satu prinsip dasar demokrasi, dan penundaan atau pembaruan apa pun dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi.
2) Penggabungan dan perusakan prinsip agama dan adat
Dalam yurisprudensi Islam, bid’ah mengacu pada mengubah atau menambahkan sesuatu pada masalah agama yang belum pernah ada sebelumnya. Dalam persoalan pemilu, setiap perubahan aturan-aturan pokok pemilu yang telah dianut dalam kurun waktu tertentu secara tidak langsung dapat dianggap sebagai semacam bid’ah.
Dokumentasi Yurisprudensi dan Yurisprudensi:
• Para ahli fiqih dalam banyak persoalan menekankan bahwa perubahan ketentuan-ketentuan yang tetap dan asas-asas serta kaidah-kaidah yang bersifat tetap dan bersyarat harus sah karena alasan agama. Dalam fikih Imamiyyah, setiap perubahan keputusan umum masyarakat harus didasarkan pada kepentingan umum dan pendirian hukum, dan perubahan tersebut tidak boleh merugikan masyarakat.
• Dalam bidang pemilu yang merupakan salah satu pilar demokrasi Islam, hal ini harus dihindari sebisa mungkin. Perpanjangan jangka waktu tanpa adanya kepentingan hukum atau agama tertentu secara tidak langsung dapat berarti ajaran sesat dalam undang-undang pemilu dan pelanggaran prinsip-prinsip yang sudah ditetapkan di Republik Islam.
2) Pelanggaran Konstitusi dan Independensi Lembaga Publik
Perpanjangan dewan secara tidak langsung dapat dianggap sebagai pelanggaran konstitusi dan melemahnya independensi lembaga publik. Dewan Islam Kota dan Desa, sebagai salah satu pilar utama demokrasi lokal, harus dipilih sesuai dengan prinsip dan waktu tertentu.
Dokumentasi Hukum:
• Pasal 2 Konstitusi: “Dewan Islam adalah salah satu lembaga yang dibentuk untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan negara dan pengambilan keputusan lokal. Dewan Islam dipilih secara bebas setiap empat tahun. “
• Undang-Undang Pemilihan Dewan Islam: Menurut undang-undang ini, masa jabatan dewan selama empat tahun dan memperbarui atau mengubah masa jabatan ini secara khusus memerlukan reformasi hukum dan pengawasan yang cermat oleh lembaga yang berwenang. Setiap perubahan waktu harus disetujui oleh anggota parlemen dan sesuai dengan prinsip hukum.
Akibatnya, pembaruan dewan tanpa adanya perubahan undang-undang secara eksplisit dan tanpa adanya kasus khusus dapat secara tidak langsung diidentifikasi sebagai pelanggaran terhadap prinsip independensi dan proses pemilu yang transparan.
2) Penentangan terhadap proses sejarah pemilu dan penekanan pada penegakan hukum
Dalam sejarah Iran, khususnya pada pemilu tahun ini, meskipun terdapat banyak krisis, penekanannya adalah pada penegakan hukum yang tepat dan ketaatan pada prinsip-prinsip hukum. Pada saat itu, ada beberapa upaya untuk mengubah tenggat waktu yang mendapat tentangan luas. Penekanan pada perlunya menjaga undang-undang dan menerapkan jadwal pemilu tertentu pada tingkat historis menunjukkan bahwa penundaan atau perubahan apa pun pada saat pemilu dapat menyebabkan kerusakan serius terhadap kredibilitas sistem dan pemilu. Menciptakan sejarah perubahan yang negatif dan berbahaya dapat mengakibatkan prosedur serupa di masa depan, dan prinsip tanggung jawab berkala dipertanyakan.
Bukti sejarah:
• Dalam pemilihan presiden tahun ini, yang menghadapi banyak tantangan, penekanan pada penghormatan terhadap jadwal hukum dan pemilu dari otoritas yang transparan, autentik, dan prestisius, dan bahkan pemimpin tertinggi revolusi, sangat jelas terlihat. Saat itu ditegaskan: “Tidak boleh dilakukan penundaan atau perubahan pelaksanaan pemilu dan harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”
Pengalaman sejarah ini, khususnya, mengingatkan pentingnya penerapan undang-undang pemilu yang akurat dan mencegah perubahan yang tidak diperlukan dalam struktur dan waktu pemilu untuk mencegah kemungkinan terjadinya krisis.
2) Pelanggaran prinsip transparansi dan akuntabilitas terhadap kemungkinan kelemahan kinerja dan berkurangnya motivasi dewan untuk merespons
Salah satu prinsip dasar dalam Republik Islam adalah prinsip akuntabilitas. Memperpanjang masa kerja dewan tanpa mengadakan pemilu baru secara tidak langsung mengurangi tanggung jawab dan akuntabilitas dewan. Dewan-dewan yang ada saat ini, yang beberapa di antaranya mungkin tidak mendapatkan hasil yang diinginkan di akhir masa jabatannya, terus bekerja alih-alih menyelenggarakan pemilu dan melakukan reformasi situasi. Perpanjangan kursus ini berarti meneruskan permasalahan yang dapat diperbaiki dengan memilih anggota baru. Orang mungkin mencari perubahan dan memperluas kesempatan untuk mengubahnya. Hal ini dapat menurunkan motivasi tanggung jawab dan akuntabilitas kepada masyarakat.
2) Implementasi dan kurangnya transparansi menjadi alasan pembaharuan
Pertanyaannya mengapa pemilu harus diulang? Jika terdapat alasan khusus seperti permasalahan eksekutif, mengapa permasalahan tersebut tidak diprediksi dan tidak ditangani secara tepat waktu? Rencana seperti ini biasanya mempertanyakan transparansi kinerja lembaga eksekutif dan hukum. Perpanjangan dewan akan membuat anggota merasa kurang bertanggung jawab dan akuntabel dibandingkan kinerja mereka, karena mereka tidak lagi harus menghadapi evaluasi orang di akhir periode.
2) Penetapan prioritas yang salah dalam menghadapi permasalahan nyata negara
Negara ini menghadapi permasalahan penting seperti ekonomi, sosial dan budaya, dan pembaruan pemilihan dewan mungkin mengindikasikan kesalahpahaman. Alih-alih berfokus pada penguatan institusi dewan, waktu dan energi malah dihabiskan untuk perubahan dalam proses hukum.
2) Mengurangi partisipasi masyarakat pada pemilu mendatang
Tindakan tersebut dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilu dan menurunkan partisipasi masyarakat pada pemilu mendatang. Masyarakat mungkin merasa bahwa pemilu tidak dianggap serius dan para delegasi memperpanjang masa jabatannya tanpa memberikan suara.
Kesimpulan:
Penentangan terhadap rencana ini bisa efektif dalam mendukung transparansi, akuntabilitas, dan menghormati pilihan masyarakat. Mengingat bukti sejarah, dokumentasi hukum, dan prinsip-prinsip agama dan adat, perpanjangan pemilihan dewan selama satu tahun tidak hanya bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan demokrasi, namun juga dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap sistem pemilu negara dan pelanggaran terhadap konstitusi dan konstitusi. prinsip transparansi dan akuntabilitas. Menjadi. Selain itu, sejarah pemilu di negara ini menunjukkan bahwa penekanan pada penegakan hukum dan pencegahan perubahan waktu yang tidak perlu merupakan salah satu hal penting dalam menjaga kredibilitas pemilu dan mencegah krisis politik.
۲۷۲۱۸