REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sepulang dari Tanah Suci pada tahun 1903, KH Ahmad Dahlan kembali berdakwah di tengah masyarakat. Ulama Yogyakarta ini membawa semangat tajdid dalam agama.

Dari waktu ke waktu, jumlah pelajar dan pengikutnya semakin bertambah. KH Ahmad Dahlan semakin memikirkan keberlangsungan dakwah tajdidnya.

Jangan sampai ketika beliau meninggal, dakwah Anda pun ikut meredup bahkan hilang sama sekali. Karena itu, ia tertarik untuk membentuk organisasi seperti yang banyak dilakukan tokoh bumiputera pada awal abad ke-20 di Indonesia.

Saat itu, Budi Utomo (Boedi Oetomo) merupakan organisasi bentukan masyarakat Pribumi yang cukup terkenal di Batavia (Jakarta). Kiai Ahmad Dahlan secara pribadi mengenal organisasi tersebut melalui percakapannya dengan Joyosumarto, salah satu anggota Budi Utomo di Yogyakarta. Melalui Joyosumarto, ia dikenalkan dengan Dr. Wahidin Sudirohusodo, penggagas Budi Utomo.

Dr Wahidin mengundang Kiai Dahlan untuk menghadiri rapat anggota dan pengurus yang diadakan oleh Budi Utomo di Yogyakarta meskipun saat itu ia belum resmi menjadi anggota organisasi tersebut. Beberapa waktu kemudian, kiai tersebut menjadi anggota Budi Utomo pada tahun 1909 dan duduk sebagai komisaris Budi Utomo Cabang Yogyakarta.

Sejak tahun 1910, Kiai Dahlan juga terdaftar sebagai anggota Jamiat Kheir (Ketua Djami’at). Inilah organisasi Islam yang didirikan oleh tokoh-tokoh keturunan Arab di Jakarta pada tahun 1905. Maka pengalamannya bekerja di Budi Utomo dan Jamiat Kheir dijadikan “modal” oleh para kiai untuk mendirikan organisasi yang kemudian diberi nama Muhammadiyah.

Menurut sejarawan Adaby Darban seperti dikutip dari buku Prof Haedar Nashir, Gerakan Reformasi Muhammadiyah (2010), ide pendirian organisasi muhammadiyah juga muncul dari keinginan Kiai Dahlan untuk mewadahi Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah. Lembaga pendidikan ini didirikan pada tanggal 1 Desember 1911.

Lembaga ini merupakan kelanjutan dari “sekolah” yaitu kegiatan Kiai Dahlan dalam menyebarkan dakwah Islam di masyarakat. Cikal bakalnya adalah majelis ilmu yang rutin diadakan di beranda rumahnya sendiri. Dari situlah pengajaran kemudian berpindah ke gedung milik ayah Kiai Dahlan. Siswa menggunakan meja dan papan tulis, serta duduk di kursi. Mereka tidak hanya diajarkan ilmu-ilmu keislaman saja, namun juga ilmu-ilmu umum.


Memuat…





Sumber

Alexander Rossi
Alexander Rossi is the Creator and Editor for Gadget & Teknologi with a degree in Information Technology from the University of California, Berkeley. With over 11 years of experience in technology journalism, Alexander has covered cutting-edge innovations, product reviews, and digital trends globally. He has contributed to top tech outlets, providing expert analysis on gadgets and tech developments. Currently at Agen BRILink dan BRI, Alexander leads content creation and editorial strategy, delivering comprehensive and engaging technology insights.