Produk perawatan kulit (ilustrasi). melarang influencer membuat konten yang mempublikasikan hasil uji laboratorium suatu produk perawatan kulit atau kosmetik.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melarangnya pemberi pengaruh membuat konten yang mempublikasikan hasil uji laboratorium suatu produk perawatan kulit atau kosmetik. Sesuai peraturan, pernyataan yang berasal dari hasil uji laboratorium bersifat rahasia, menjadi tanggung jawab pihak yang bertanggung jawab, dan tidak untuk dipublikasikan.
Kepala BPOM Taruna Ikrar mengatakan, pemilik izin edar sebagai penanggung jawab dapat melakukan pengujian terhadap produk miliknya di laboratorium terakreditasi untuk kepentingannya sendiri agar kosmetika tersebut selalu memenuhi persyaratan. “Kewenangan mengumumkan hasil pengawasan produk kosmetik hanya ada pada BPOM. Kewenangan tersebut sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan, kata Taruna melalui keterangan tertulis yang diterima. Republika.co.idSenin (20/1/2025).
jika ada pemberi pengaruh atau pihak yang tidak berwenang memviralkan hasil pemeriksaan laboratorium, maka tindakan tersebut merupakan pelanggaran dan akan ditindaklanjuti sesuai ketentuan yang berlaku termasuk proses pro-justitia. Taruna menjelaskan, sesuai ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, pihak yang dengan sengaja atau tanpa hak menggunakan rahasia dagang pihak lain dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp. 300 juta.
Taruna juga menyoroti pemberi pengaruh atau pembuat konten yang seringkali memberikan pernyataan “approved” terhadap produk yang mereka review. Hal tersebut, ditegaskan Taruna, merupakan salah satu bentuk pelanggaran karena dapat membingungkan dan mempengaruhi keputusan masyarakat dalam memilih kosmetik yang akan digunakan.
Oleh karena itu, BPOM akan menindak pihak-pihak yang menyatakan”disetujuipada produk kosmetik. Hanya BPOM sebagai lembaga yang diberi kewenangan melakukan pengawasan, yang berhak menyatakan ‘disetujui‘ terhadap produk kosmetik. Perizinan dan pengawasan setelah kosmetik diedarkan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kewenangan yaitu BPOM, kata Taruna.
Dia juga mengundang pemberi pengaruh atau pembuat konten untuk lebih fokus mengedukasi masyarakat dan menghilangkan motif lain dalam publikasi yang dibuatnya, seperti persaingan bisnis, mengejar popularitas, atau mencari keuntungan. Adanya motif lain tersebut berpotensi menimbulkan pelanggaran yang meresahkan masyarakat, termasuk persaingan tidak sehat antar pelaku usaha kosmetik dalam negeri. Para taruna juga mengimbau masyarakat untuk menjadi konsumen yang cerdas dengan selalu memperhatikan dan menerapkan CLICK Check (periksa kemasan, label, izin edar dan tanggal kadaluwarsa) pada pilihan produk kosmetik yang akan dibeli atau digunakan.