Suasana gedung bertingkat di Jakarta, Senin (14/10/2024).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Konferensi PBB tentang Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) memperkirakan perekonomian Indonesia akan terus tumbuh stabil pada tahun 2025 dengan laju pertumbuhan sebesar 5,2 persen. Angka tersebut sedikit lebih tinggi dibandingkan proyeksi pertumbuhan sebesar 5,1 persen pada tahun 2024.
Dalam Laporan Perdagangan dan Pembangunan 2024 disebutkan konsumsi rumah tangga akan tetap menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Itu stabil daya beli masyarakat didukung oleh prospek pelonggaran suku bunga yang menurunkan biaya pinjaman dan mendorong kegiatan ekonomi.
Pengeluaran pemerintah untuk proyek infrastruktur besar dan program bantuan sosial juga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan. Program pembangunan yang fokus pada transportasi, energi, dan digitalisasi diprediksi akan mendorong investasi dan menciptakan lapangan kerja baru.
“Sektor ekspor, khususnya logam dasar seperti nikel, diperkirakan akan terus menopang perekonomian. Permintaan global terhadap nikel yang merupakan bahan utama baterai kendaraan listrik masih tetap tinggi,” seperti ditulis dalam laporan tersebut, dikutip Kamis (26 /12/2024).
Selain itu, pariwisata yang menunjukkan pemulihan signifikan pascapandemi yang didukung oleh peningkatan wisatawan asal Asia akan memperkuat sektor jasa dan pendapatan negara. UNCTAD juga mencatat adanya tantangan dari sisi moneter, khususnya dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Meskipun pelonggaran kebijakan moneter global dapat memberikan ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga, risiko tekanan eksternal masih ada, termasuk aliran modal keluar dan volatilitas pasar global.
Dengan kombinasi kebijakan fiskal yang proaktif, stabilitas moneter, dan momentum investasi, Indonesia mempunyai peluang besar untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang kuat pada tahun 2025. Namun, pemerintah tetap perlu mewaspadai ketidakpastian global, seperti fluktuasi harga komoditas dan potensi kenaikan harga komoditas. perlambatan ekonomi di negara-negara mitra dagang utama.