REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ada kelompok masyarakat yang mengaku sebagai pemasang pagar laut di perairan Tangerang. Mereka berdalih pemagaran dilakukan secara mandiri sebagai langkah antisipasi abrasi dan meningkatkan nilai ekonomi nelayan, hal tersebut tidak berdasar.
Namun Ketua Ombudsman Provinsi Banten Fadli Afriadi menilai alasan mereka tidak masuk akal. “Kalau berdasarkan pendapat para ahli perikanan dan kelautan juga tidak masuk akal karena alasan yang diberikan, kita bisa lihat sendiri, apakah tangkapannya bertambah, tangkapannya bertambah, ada kerang-kerangan, apa saja, macam-macam, sepertinya tidak mungkin,” kata Fadli di Tangerang, Rabu (15/1/2025).
Menurut dia, situasi saat ini terjadi dengan hadirnya pagar tersebut laut Hal ini dinilai dapat menurunkan nilai tambah nelayan. Hal ini berdasarkan hasil diskusi dengan pakar perikanan dan kelautan. “Kita lihat sendiri apakah tangkapannya bisa bertambah, tangkapannya bertambah. Namun segala macam, sepertinya mustahil,” kata Fadli.
Sementara itu, Direktur Pengawasan Sumber Daya Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Halid K. Jusuf mengatakan, pihaknya segera menyegel pagar laut untuk menyelidiki kerusakan ekosistem laut. Jadi bukan tidak mungkin akan berujung pada proses pidana, sehingga kami hadir untuk melakukan penegakan hukum terhadap siapapun yang melakukan kegiatan tersebut. Dengan polemik berkepanjangan ini, pasti akan muncul siapa yang bertanggung jawab, jelasnya.
Halid mengatakan, pihaknya akan bekerja sama dengan instansi lain untuk mencari pelaku pagar laut. Pasalnya, meski ada kelompok masyarakat yang mengaku memasang bambu tersebut, namun mereka tidak bisa dimintai pertanggungjawaban.
“Tentu kita lihat reaksi apa yang muncul, yang jelas pemerintah hadir untuk menegakkan aturan sesuai aturan yang ada,” ujarnya. Sebelumnya, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti mengatakan klaim pagar bambu sepanjang 30,16 kilometer yang dibentangkan di laut di pesisir utara Kabupaten Tangerang untuk mencegah abrasi perlu dibuktikan.
“Karena abrasinya sudah hilang, tidak apa-apa asalkan bisa dibuktikan, karena semua orang bisa mengklaimnya. Tinggal kita bersama-sama bagaimana membuktikannya,” ujarnya.
Pemerintah Provinsi Banten tetap berpegang teguh pada Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten Tahun 2023 – 2043, tentang pemanfaatan ruang laut dan zonasinya. Dijelaskannya, pagar laut tersebut melewati beberapa zona, yaitu zona perikanan tangkap, zona budidaya perikanan, zona pelabuhan perikanan, zona pelabuhan, dan zona pariwisata. Hal ini jelas melanggar rencana tata ruang wilayah (RTRW) dalam Perda. “Sampai saat ini kami belum menerima permohonan perubahan RTRW. Ada indikasi kepentingan umum dilanggar,” kata Eli.
sumber: Antara