Beberapa ratus orang berdemonstrasi pada hari Rabu di Republik Demokratik Kongo untuk memprotes penambangan ilegal di bagian timur negara tersebut, di mana pihak berwenang sedang menyelidiki klaim luasnya keterlibatan Tiongkok secara ilegal.
Pertemuan tersebut menyusul pengumuman pada hari Minggu tentang penangkapan tiga warga negara Tiongkok yang ditemukan memiliki emas batangan dan sejumlah besar uang tunai, menurut Gubernur Kivu Selatan Jean-Jacques Purusi.
Pihak berwenang setempat di provinsi yang kaya sumber daya tersebut mengatakan ratusan perusahaan pertambangan, sebagian besar berasal dari Tiongkok, mengekstraksi emas tanpa menyatakan keuntungannya dan seringkali tanpa izin operasi yang sah.
“Mineral (provinsi) Kivu Selatan harus bermanfaat bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat,” demikian bunyi salah satu spanduk yang dipasang tinggi-tinggi pada demonstrasi yang dilihat oleh seorang reporter AFP dan diserukan oleh gerakan dan serikat pekerja pro-demokrasi.
Pada bulan Juli, pemerintah daerah melancarkan tindakan keras terhadap perusahaan pertambangan yang dianggap tidak mematuhi hukum Kongo dan menghentikan aktivitas mereka.
Bagian timur negara ini memiliki cadangan emas, berlian, dan mineral bawah tanah yang melimpah, yang digunakan terutama untuk pembuatan telepon seluler dan mobil listrik.
Kekayaan mineral ini kontras dengan konflik yang telah merusak kawasan ini selama tiga dekade. Keadaan ini semakin memburuk dengan bangkitnya kembali kelompok pemberontak M23 pada akhir tahun 2021, yang menurut Kinshasa didukung oleh Rwanda.
Pada akhir tahun 2022, Kongo berupaya memutus apa yang mereka sebut sebagai sirkuit ekspor mineral ke Rwanda dengan memberikan monopoli ekspor emas regional kepada produsen Primera Gold yang berasal dari Emirat-Kongo.
Namun karena kekurangan likuiditas, perusahaan tersebut kesulitan mengendalikan pasar gelap, menurut Biro Studi Ilmiah dan Teknis (BEST), sebuah LSM Kongo yang mengkhususkan diri pada masalah tata kelola pertambangan.
st