Menteri Penerangan Attaullah Tarar telah menyatakan bahwa serangan terhadap instalasi militer akan diadili di pengadilan militer dan mendesak Tehreek-e-Insaf (PTI) Pakistan untuk menahan diri dari mempolitisasi atau memperdebatkan masalah tersebut.

Dalam konferensi pers di Islamabad pada hari Rabu, ia mengkritik PTI karena menggunakan pengadilan militer sebagai alat politik, yang bertujuan untuk menciptakan kontroversi seputar pengadilan tersebut. Dia mengklarifikasi bahwa pengadilan militer hanya menangani kasus-kasus yang melibatkan penyerangan terhadap lembaga pertahanan, dengan menyebutkan insiden seperti penyerangan terhadap Rumah Komandan Korps, Mardan, dan Bala Hisar.

“Ketika sebuah serangan dilakukan terhadap sebuah institusi pertahanan atau propertinya dibakar, maka otoritas terkait bertanggung jawab untuk menangkap pelakunya. Sama seperti polisi perkeretaapian menangani kejahatan di kawasan perkeretaapian, pengadilan militer juga menangani pelanggaran yang menargetkan aset militer. Jadi, ketika terjadi penyerangan terhadap aset militer maka diberlakukan UU Militer,” jelasnya.

Sambil menyoroti perubahan sikap PTI, ia mengenang bahwa selama masa jabatan Imran Khan, persidangan di pengadilan militer mendapat banyak pujian. “Pernyataan yang memuji pengadilan militer dari pimpinan PTI masih banyak beredar di media sosial. Namun sekarang, orang-orang yang sama melakukan lobi secara internasional untuk menentang pengadilan-pengadilan ini,” kata Tarar.

Menteri Penerangan meyakinkan bahwa persidangan militer mematuhi prinsip-prinsip peradilan yang adil. “Terdakwa diberikan hak untuk mendapatkan pengacara, pertemuan dengan keluarga, dan hak untuk mengajukan banding. Persidangan dilakukan dengan kehadiran fisik terdakwa. Selain itu, keputusan dapat diajukan banding melalui kerangka peradilan militer atau melalui Pengadilan Tinggi,” ujarnya.

Tarar menepis klaim ketidakadilan dalam pengadilan militer, dan menyatakan bahwa tidak ada hukum—domestik atau internasional—yang dilanggar. Ia meminta PTI berhenti mempolitisasi permasalahan ini, memanfaatkan mekanisme hak banding yang tersedia, dan mengakui peristiwa 9 Mei sebagai kesalahan besar. Sayangnya, sebagian anggota PTI masih membenarkan tindakan hari itu, tutupnya.

Sumber

Juliana Ribeiro
Juliana Ribeiro is an accomplished News Reporter and Editor with a degree in Journalism from University of São Paulo. With more than 6 years of experience in international news reporting, Juliana has covered significant global events across Latin America, Europe, and Asia. Renowned for her investigative skills and balanced reporting, she now leads news coverage at Agen BRILink dan BRI, where she is dedicated to delivering accurate, impactful stories to inform and engage readers worldwide.