REPUBLIKA.CO.ID, Selama tiga generasi, keluarga Ken Koh membeli berbagai jenis cabai dari pemasok yang sama hingga menjadikan salah satu produk cabai terlaris di Singapura. Di pabrik tiga lantai miliknya, sekelompok empat orang memotong, mencampur, dan memasak cabai.

Di dalam pabrik terdapat tanda dalam bahasa Mandarin: “Makanan adalah kehidupan manusia, saus adalah kehidupan makanan.” Namun pada kuartal terakhir tahun ini Koh terpaksa mengurangi produksi saus sambalnya sebesar 25 persen. Dia mengalami kesulitan memasok sausnya ke supermarket lokal. Perusahaannya, Nanyang Sauce, juga menghentikan produksi saus tiga cabai spesial yang disebut “Spice of Life”.

Perubahan iklim adalah penyebab terbesar permasalahan Koh. Cuaca ekstrem telah melanda lahan pertanian di Asia Tenggara tahun ini, mengganggu pasokan, menaikkan harga, dan membuat cabai menjadi kurang pedas.

Para ilmuwan mengatakan masalah ini tidak terjadi satu kali saja, melainkan akan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Curah hujan yang tidak menentu juga berdampak serupa pada komoditas lainnya. Kopi menjadi semakin pahit dan kelapa terasa semakin hambar. Sementara itu, kenaikan suhu berdampak pada kualitas dan kuantitas kubis Napa, bahan utama masakan populer Korea, kimchi.

“Nikmati cabaimu selagi masih ada karena kita tidak tahu kapan habis,” kata Koh, seperti dikutip dari BloombergSenin (23/12/2024).

Cabai adalah buah beri atau buah dari tumbuhan genus Capsicum dan digunakan sebagai bumbu masakan di seluruh dunia. Diperkirakan ada 4.000 varietas, termasuk jalapeño, habanero, dan mata burung, yang bervariasi berdasarkan warna, ukuran, dan tingkat kepedasan.

Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) mencatat, mulai dari cabai yang ditanam oleh petani kecil di Meksiko hingga produsen besar seperti Huy Fong Foods Inc., yang memproduksi saus Sriracha yang terkenal di Amerika Serikat (AS), nilai perdagangan cabai di seluruh dunia meningkat. dunia mencapai 9 miliar dolar AS per tahun. Data FAO menunjukkan 70 persen cabai di seluruh dunia berasal dari Asia.

Pedasnya cabai berasal dari golongan alkaloid penghasil panas, termasuk capsaicin yang banyak terdapat pada cabai. Kondisi yang lebih panas dan kering biasanya meningkatkan kepedasan cabai. Namun kondisi pertumbuhan yang ideal semakin sulit ditemukan karena perubahan iklim peningkatan frekuensi cuaca ekstrem seperti kekeringan dan banjir, serta penguatan intensitas curah hujan.

“Saat tanaman menyerap kelembapan ekstra ini dan menyimpannya di dalam daging buah cabai, (sekarang) tiba-tiba rasa pedasnya berkurang,” kata ahli agroekologi AS, Kraig Kraft.

Kraft merupakan salah satu penulis buku Chasing Chiles yang mengungkap dampak perubahan iklim terhadap tanaman cabai. Kekeringan dan panas ekstrem juga dapat menyebabkan stres pada tanaman muda sehingga menghambat pembungaan.

Surat kabar AS, Washington Post, melaporkan kekeringan parah di Meksiko tahun ini mengurangi pasokan cabai merah jalapeo musim dingin. Sehingga memaksa Huy Fong Foods menghentikan produksinya pada bulan Mei. “(Cabai) sangat sensitif terhadap perubahan cuaca,” kata ilmuwan Dr. Rajendra Prasad Central Agricultural University di India, Karma Bhutia.

Bhutia meneliti dampak perubahan iklim terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman cabai. Ia mengatakan cabai biasanya tumbuh baik pada suhu antara 25 hingga 30 derajat Celcius.


Memuat…




Sumber

Alexander Rossi
Alexander Rossi is the Creator and Editor for Gadget & Teknologi with a degree in Information Technology from the University of California, Berkeley. With over 11 years of experience in technology journalism, Alexander has covered cutting-edge innovations, product reviews, and digital trends globally. He has contributed to top tech outlets, providing expert analysis on gadgets and tech developments. Currently at Agen BRILink dan BRI, Alexander leads content creation and editorial strategy, delivering comprehensive and engaging technology insights.