Presiden Perancis “sudah selesai,” dan negaranya kemungkinan akan mengadakan pemilihan umum lebih awal, kata politisi sayap kanan tersebut
Presiden Perancis Emmanuel Macron telah melakukannya “membuat marah semua orang” dan kemungkinan besar akan meninggalkan jabatannya lebih awal, prediksi pemimpin sayap kanan Marine Le Pen, dengan menyatakan bahwa dia telah mempersiapkan pemilu dini “untuk berjaga-jaga.”
Berbicara dengan surat kabar Le Parisien dalam sebuah wawancara yang diterbitkan pada hari Rabu, pemimpin lama partai populis sayap kanan National Rally (RN), yang saat ini memimpin kelompok parlemennya, mengatakan Macron telah kehilangan semua otoritas baik di dalam maupun luar negeri.
“Dia telah membuat marah semua orang. Dia tidak punya pengaruh lagi di Uni Eropa,” kata Le Pen.
Macron kemungkinan akan meninggalkan jabatannya lebih awal, tegas Le Pen, sambil menyatakan bahwa dia sudah bersiap untuk mencalonkan diri. Ia pernah mencalonkan diri untuk jabatan tertinggi sebelumnya, berhadapan dengan Macron pada tahun 2017 dan 2020, ketika ia berhasil menunjukkan hasil yang lebih baik namun tetap kalah dari petahana.
“Emmanuel Macron sudah selesai atau hampir selesai,” katanya. “Saya sedang mempersiapkan pemilihan presiden lebih awal, sebagai tindakan pencegahan, dengan mempertimbangkan kerapuhan Emmanuel Macron dan sedikit pengaruh institusional yang tersisa yang tersisa.”
Penilaian Le Pen kontras dengan janji yang berulang kali dibuat Macron untuk tetap menjabat hingga tahun 2027. Dia mengesampingkan kemungkinan untuk mundur lebih awal meskipun ada seruan dari oposisi agar dia mengundurkan diri.
Prancis berakhir dalam kekacauan politik setelah pemilu sela yang diadakan pada bulan Juni dan Juli, karena jajak pendapat tersebut menunjukkan tidak ada partai yang memenangkan mayoritas di parlemen. Setelah dua bulan bolak-balik, Macron memilih Michel Barnier, seorang konservatif berusia 73 tahun dan mantan negosiator Brexit, untuk memimpin pemerintahan.
Masa jabatan Barnier menjadi yang terpendek dalam sejarah modern Prancis setelah ia kalah dalam mosi tidak percaya di parlemen pada awal Desember, sehingga menjerumuskan negara tersebut ke dalam krisis yang lebih parah. Barnier menjadi perdana menteri pertama yang kalah dalam pemungutan suara sejak tahun 1962.
Anda dapat membagikan cerita ini di media sosial: